Cerita ganasnya pertempuran Laut Jawa


Pemerintah Inggris dan Belanda tidak terima begitu mengetahui bangkai kapal perangnya yang tenggelam di Laut Jawa saat berlangsungnya Perang Dunia Kedua hilang. Kedua negara itu menduga empat bangkai kapal perang dan sebuah kapal selam hilang karena dicuri.
Selain hilang, mereka juga menemukan dua kapal perang lainnya sudah dalam keadaan terpotong. Sejumlah besar bagian badan kapal sudah tidak ditemukan lagi, mereka beranggapan peristiwa itu sebagai penghinaan atas kuburan 2 ribu pelaut yang tewas dalam pertempuran laut.
Seperti apa dahsyatnya pertempuran di Laut Jawa hingga banyak memakan korban?
Pertempuran Laut Jawa, atau di dunia dikenal dengan nama Battle of Java Sea, disebut-sebut sebagai pertempuran laut terbesar kedua setelah Battle of Jutland, yang berlokasi dekat perairan Denmark dan Norwegia. Keduanya memiliki nilai penting dalam menentukan jalannya perang.
Dalam Battle of Jutland, Angkatan Laut Inggris terlibat pertempuran dengan Angkatan Laut Jerman pada perang dunia pertama. Saat itu, kedua belah pihak mengerahkan kekuatan terbesarnya masing-masing, yakni 250 kapal perang.
Di akhir perang, pertempuran itu telah menewaskan 8.645 pelaut, dan menenggelamkan 28 kapal. Namun kedua belah pihak saling mengklaim kemenangannya masing-masing.
Berbeda dengan Pertempuran di Jutland, jumlah armada yang dikerahkan dalam Pertempuran Laut Jawa tidak banyak. Jepang mengerahkan 2 kapal penjelajah berat, 2 kapal penjelajah ringan, 14 kapal perusak, dan 10 kapal transport. Armada itu dipimpin Laksamana Muda Takeo Takagi.
Sedangkan sekutu, yang terdiri atas Australia, Belanda, Amerika Serikat dan Inggris mengerahkan 2 kapal penjelajah berat, 3 kapal penjelajah ringan dan 9 kapal perusak. Armada ini dipimpin Rear Admiral Karel Doorman. Dilihat dari kekuatannya, sekutu jelas kalah jumlah.
Pemerintah Belanda yakin, invasi Jepang atas daerah jajahannya tinggal menunggu waktu. Ramalan itu pun terbukti dengan serbuan armada Negeri Sakura itu ke Tarakan, dan sejumlah lokasi lainnya di Sumatera serta Kalimantan. Jawa akan menyusul.
Untuk mencegahnya, dibentuklah satuan tugas yang beranggotakan armada laut dari Australia, Inggris, Amerika Serikat dan Belanda, atau disingkat ABDA. Armada itu dikomandoi oleh Karel Doorman.
Dari tiga pertempuran, yang paling menentukan adalah pertempuran di Laut Jawa. Meski kalah jumlah, Doorman berusaha keras agar Jepang tidak sampai menginvasi Pulau Jawa.
Pertempuran dimulai pada 27 Februari 1942, kapal perang sekutu mencoba menyerang secara terputus dari siang hari hingga tengah malam. Tujuan utamanya adalah menghancurkan kapal pengangkut pasukan, sehingga serangan ke Pulau Jawa setidaknya bisa ditunda.
Serangan demi serangan dilakukan, tembakan antar kapal perang bersahut-sahutan. Sekutu memiliki keunggulan udara setempat selama jam-jam di siang hari, kesuksesan itu terjadi karena kekuatan udara Jepang tak dapat mencapai armada itu dalam cuaca buruk.
Meski diuntungkan, cuaca tersebut juga membuat komunikasi antara armada tempur dengan armada udara di Pulau Jawa juga terganggu. Tak hanya itu, Jepang juga berhasil mengganggu frekuensi radio sekutu.
Pertempuran dimulai dengan serangkaian percobaan lebih dari 7 jam oleh Angkatan Serangan Gabungan Doorman untuk mencapai dan menyerang konvoi penyerbu itu, masing-masing dipukul telak oleh angkatan pengawal.
Kedua belah pihak mulai bertempur sejak pukul 16.00 WIB, dan tembakan pertama dimulai 16 menit berikutnya. Baik Jepang dan Sekutu saling menyerang dengan keunggulan meriam dan torpedo selama fase awal pertempuran.

HMS Exeter dibuat rusak parah akibat tembakan di ruang ketel oleh granat 8 inci. Kapal itu berjalan terseok-seok ke Surabaya, dikawal kapal HNLMS Witte de With.
Jepang kembali menembakkan 2 salvo torpedo besar berjumlah 92, namun hanya mencetak 1 hantaman ke HNLMS Kortenaer yang dihantam oleh Laras Panjang. Hasilnya, kapal itu pecah menjadi 2 bagian dan tenggelam dengan cepat.
HMS Electra, yang melindungi HMS Exeter, terlibat duel dengan Jintsu dan Asagumo. Meski berhasil merusak kapal perang Jepang, namun mereka juga menderita kerusakan parah pada bangunan bagian atasnya.
Setelah tembakan serius yang dimulai di Electra dan menara kecilnya yang kehabisan amunisi, perintah meninggalkan kapal diserukan. Di pihak Jepang, hanya Asagumo yang terpaksa mundur karena rusak.
Armada Sekutu terpecah dan mundur sekitar pukul 18.00 WIB. Gerakan mundur ini dilakukan setelah 4 kapal pemburu US Destroyer Division menembakkan tabir asap untuk menutupi pergerakan mereka. Sembari bergerak, mereka juga melancarkan serangan torpedo.
Angkatan perang sekutu berbalik ke selatan menuju pesisir Jawa, kemudian ke barat dan ke utara untuk mencoba menyelamatkan diri dari kelompok pengawal Jepang, namun malah terperangkap oleh konvoi itu. Saat itulah kapal-kapal DesDiv 58 yang torpedonya dikeluarkan meninggalkan rencananya sendiri dan kembali ke Surabaya.
Pukul 21.25 WIB, HMS Jupiter terkena ranjau dan tenggelam, 20 menit kemudian armada itu melewati tempat di mana HNLMS Kortenaer tenggelam lebih dulu, dan HMS Encounter ditugaskan untuk mengangkut yang selamat.
Armada sekutu kini hanya berkekuatan 4 kapal penjelajah, mereka masih menghadapi kapal perang Jepang pada pukul 23.00 WIB. Kedua belah pihak saling menembak di kegelapan dalam kisaran panjang, hingga HNLMS De Ruyter dan HNLMS Java tenggelam oleh salvo laras panjang yang menghancurkan.
Doorman dan sebagian besar krunya tenggelam bersama HNLMS De Ruyter, hanya 111 orang yang diselamatkan dari kedua kapal itu. Kapal penjelajah Perth dan Houston yang tersisa kekurangan bahan bakar dan amunisi, dan menyusul perintah terakhir Doorman. Kemudian kedua kapal itu mundur, tiba di Tanjung Priok pada tanggal 28 Februari.
Pertempuran berlangsung selama sehari penuh ini telah menewaskan 2.300 orang pelaut, kebanyakan merupakan prajurit sekutu. Banyak di antaranya yang tenggelam bersama kapalnya atau terbunuh akibat ledakan dahsyat. Sementara, di pihak Jepang hanya 4 kapal pengangkut penumpang tenggelam.

Sumber : Merdeka.com
Share on Google Plus

About cempor

0 komentar:

Posting Komentar