Mengapa dalam sejarah ada penelitian ? apakah tujuan dilakukannya
penelitian ? bagaimanakah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian
sejarah ? Dalam sejarah ada penelitian karena sejarah merupakan suatu ilmu.
Sejarah sebagai ilmu memiliki metode atau langkah-langkah dalam penelitiannya.
Langkah-langkah dalam penelitian sejarah yaitu :
A.
Pemilihan Topik
Sebelum melakukan penelitian sejarah, langkah pertama yang
harus dilakukan adalah menetapkan topik yang akan diteliti. Topik yang diteliti
haruslah merupakan topik yang layak dijadikan penelitian dan bukan merupakan
pengulangan atau duplikasi dari penelitian sebelumnya. Kelayakan topik
penelitian sejarah dapat dilihat dari ketersediaan sumber yang dapat dijadikan
bahan untuk penelitian. Jangan sampai kita menetapkan topik yang menarik untuk
diteliti namun sumbernya tidak ada. Berbeda dengan ilmu penelitian ilmu
pengetahuan lainnya, penelitian sejarah sangat bergantung pada ketersediaan
sumber. Jadi topik yang akan diteliti harus merupakan hal baru dan diharapkan
dapat memberi informasi yang baru atau ditemukan suatu teori baru.
Pemilihan topik ini penting agar penelitian sejarah lebih
terarah dan terfokus pada masalah yang akan diteliti. Untuk mengarahkan masalah
yang akan diteliti dalam topik tersebut, sebaiknya kita ajukan terlebih dahulu
pertanyaan-pertanyaan yang akan menjadi masalah yang akan diteliti.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi pertama apa (what) yang akan kita
teliti, apakah kita akan meneliti aspek ekonomi, politik, sosial, budaya,
keluarga, militer dan lain-lain. Pertanyaan tentang apa lebih melihat pada
aspek-aspek yang akan kita teliti. Misalnya kita ingin membuat sajarah desa
kita maka apanya yang kita ingin kita lihat dari desa tersebut, apakah
ekonominya, sosilanya, politiknya, budayanya, dan aspek-aspek lainnya.
Pertanyaan kedua yaitu siapa (who) yang akan diteliti. Dalam
menulis sejarah desa misalnya kita harus menetapkan siapa-siapa saja yang akan
kita teliti, atau kelonpok-kelompok sosial mana yang akan diteliti, apah para
tokohnya, msayarakat petani, masyarakat pengrajin, aparat desanya, kaum
wanitanya, dan lain-lain. Kalau kita ingin meneliti bagaimana perkembangan
sosial ekonomi suatu desa, maka salah satu komponen yang harus kita teliti
yaitu kaum petani dan pengrajin dari desa tersebut. Petani dan pengrajin ini
perlu kita teliti karena kelompok inilah yang berhubungan langsung dengan
kehidupan ekonomi. Kita bisa melihat berapa pendapatannya, bagaimana cara
mereka bekerja, berapa jumlah produksi yang dihasilkannya, dan lain-lainnya.
Ketiga, pertanyaan yang diaujkan adalah dimana (where) yang akan kita
teliti. Pertanyaan ini merupakan aspek spasial atau keruangan yang menjadi ciri
dari disiplin ilmu sejarah. Spasial dapat berupa tempat atau geografi yang akan
diteliti. Apakah kita akan meneliti desa atau kota., atau wilayah yang bersifat
administratif seperti desa, kecamatan, kabupaten, propinsi dan negara. Kalau
kita meneliti geografis desa, maka harus jelas batasan geografis yang kita
teliti.
Pertanyaan keempat yang diajukan adalah kapan (when). Maksud dari
pertanyaan ini adalah menyangkut aspek batasan waktu. Misalnya perubahan sosial
desa 1950-1955. Penetapan angka tahun ini harus memiliki pertimbangan-pertimbangan
yang bersifat akademis, misalnya karena tahun tersebut merupakan awal dari
perubahan sampai dengan tahun menurunnya perubahan-perubahan penting. Perubahan
tersebut bias dalam konteks sosial, ekonomi, politik, dan konteks lainnya.
Kelima, pertanyaan berikutnya adalah mengapa (why). Pertanyaan ini lebih
bersifat analitis dan mendalam. Dengan contoh tema penulisan tentang perubahan
sosial desa 1950-1955, pertanyaan mengapa dapat menyangkut mengapa pada tahun
tersebut terjadi perubahan sosial. Perubahan sosial ini bisa dilihat dari
berbagai ciri, misalkan status pekerjaan, pemilikan tanah, pendidikan dan
lain-lain. Perubahan pada status pekerjaan bisa misalnya perubahan dari petani
menjadi buruh bangunan, menjadi buruh perkebunan, menjadi buruh pabrik, dan
perubahan ke arah pekerjaan-pekerjaan lainnya. Perubahan pemilikan tanah bisa
dilihat misalnya adanya pemilikan lahan yang semakin sempit atau pemindahan
pemilikan dari penduduk setempat ke orang di luar desanya. Perubahan sosial dalam pendidikan misalnya terjadi
peningkatan masyarakat yang terlibat langsung dalam pendidikan sekolah, jumlah
anak yang sekolah baik ditingkat sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan
tinggi semakin meningkat.
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya perubahan sosial,
misalnya akibat kebijakan-kebijakan politik pemerintah atau bisa saja
terjadinya perubahan geografis atau iklim. Dari pertanyaan mengapadapat dicari
jawaban yang lebih mendalam dengan mengajukan pertanyaan bagaimana (how) perubahan
itu terjadi. Pertanyaan bagaimana ini misalnya bagaimana hubungan kebijakan
politik pemerintah terhadap perubahan sosial di pedesaan. Misalnya kebijakan
pemerintah yang mengembangkan sektor industri berakibat berdirinya
pabrik-pabrik di daerah pedesaan. Sektor industri ini memakan lahan pertanian
yang ada di pedesaan. Akibatnya penduduk yang berpenghidupan dari pertanian
beralih ke sektor industri. Akibat perubahan iklim, misalnya terjadi muslim
kemarau yang berkepanjangan, sehingga para petani berpindah pekerjaan dari
mengerjakan menggarap sawah, menjadi buruh bangunan di kota.
Pertanyaan – pertanyaan di atas amatlah penting dalam menetapka topik
penelitian. Fungsi dari pertanyaan – pertanyaan tersebut untuk mengarahkan
ketika kita mencari sumber – sumber yang akan dijadikan data penelitian.
Misalnya kalau kita ingin melihat bagaimana perubahan sosiala yang dicirikan
dengan perubahan status pekerjaan, maka kita hanya mencari apa saja pekerjaan
masyarakat pedesaan tersebut, berapa jumlahnya, apa saja produk yang
dihasilkan, dan berapa jumlah pendapatan mereka selama kurun waktu yang telah
kita tentukan.
B.
Pengumpulan Sumber
Setelah menetapkan
topik penelitian langkah berikutnya adalah pengumpulan sumber atau istilah
lainnya dengan heuristik . Sumber
yang kita cari adlah sumber yang berkaitan dengan topik yang telah kita
tetapkan. Ke manakah kita harus mencari sumber ?
Banyak
sekali tempat yang dapt kita jadikan sebagai tempat sumber sejarah. Tempat yang
kita jadikan sebagai pencarian sumber sejarah tergantung pada jenis sumber yang
kita butuhkan. Kalau kita membutuhkan sumber tertulis, dapat kita peroleh di
perpustakaan – perpustakaan, Kantor Arsip, Kantor – kantor pemerintah, dan
tempat – tempat lainnya. Lokasi yang kita jadikan penelitianpun dapat dijadikan
tempat pencarian sumber. Di tempat ini kita dapat menemukan sumber – sumber
yang berbentuk artefak, seperti bentuk geogrfis daerah, atau mungkin saja kita
menemukan benda-benda peninggalan sejarah. Selain sumber-sumber benda, di
lokasi penelitian kita dapat pula menemukan orang-orang yang masih hidup dan
dapt dijadikan saksi dari peristiwa sejarah yang kita teliti.
Salah satu tempat yang sangat
penting sebagai sumber sejarah yaitu Arsip Nasional yang berada di Jakarta . Di
tempat itiu banyak sekali tersimpan arsip-arsip nasional sejak jaman kolonial.
Berbagai topik penelitian sejarah dapat kita lakukan berdasarkan arsip yang
tersedia , misalnya kalau kita ingin menulis sejarah perkebunan pada jaman
kolnial Belanda, kita dapat menemukan arsip khusus tentang perkebunan yang
tersedia cukup banyak. Dari arsip perkbunan ini kita tidak hanya bicara
perkebunan saja, kita juga bisa secara khusus meneliti tentang kehidupan kaum
buruh perkebunannya. Di beberapa daerah pun terdapat kantor-kantor Arsip Daerah
yang menyimpan sumber-sumber sejarah daerahnya. Pada arsip daerah kita dapat
menulis topik tentang sejarah lokal.
Pada kantor-kantor pemerintahan yang
lainnya kita dapat pula mencari sumber, termasuk kantor pemerintahan desa.
Kalau kita menulis misalnya tentang Perubahan Sosial Desa 1970-1980, barangkali
laporan-laporan tertulis atau arsip-arsip yang ada di desa dapat kita lacak .
Dengan tema tentang perubahan sosial di desa, kita dapat mencari arsip-arsip
tentang pertanahan, berapa luasnya, bagaimana kepemilikannya, bagaimana
pengalihan kepemilikannya, untuk apa tanah di desa, apakah untuk pertanian atau
industri. Selain laporan-laporan tertulis di kantor desa , kita pun dapat
mewawancarai masyarakat di sekitar tersebut yang hidup pada masa periode
penelitian kita. Dengan tema tentsng perubahan sosial di desa, kita bisa
mewawancarai para petani di desa tersebut . Kita bisa menanyakan bagaimana
gambaran mereka tentang petanian pada saat itu ?, bagaimana kehidupan mereka
dari hasil pertaniannya? Apakah nereka sebagai pemilik tanah atau
penggarap ? apakah dari pekerjaanya itu
dapat mencukupi kehidupannya? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Di perpustakaan, sumber yang kita
cari lebih banyak pada sekunder atau sumber kedua yang berupa buku-buku.
Buku-buku yang kita cari sudah barang tentu buku-buku yang berkaitan dengan
topik penelitian yang aka kita teliti. Untuk memudahkan cara mencari
sumber-sumber di perpustakaan , sebaiknya sebelum kita datang ke perpustakaan
terlebih dahulu kita catat judu-judul atau sumber yang akan kita cari. Setelah
kita mencari d perpustakaan. Cara mencari sumber di perpustakaan sebaiknya
terlebih dahulu kita lihat katalog yang tersedia di perpustakaan. Kalau di
perpustakaan itu tidak ada katalognya, tanyakanlah buku-buku yang akan kita cari
di perpustakaan.
C.
Kritik Sumber
Penelitian sejarah sebagaimana telah dikatakan merupan upaya yang
dilakukan oleh seorang peneliti untuk mencari kebenarannya. Dalam penelitian
sejarah, seorang peneliti berusah menduga dan membuktikan kebenaran tentang apa
yang terjadi dimasa lalu. Untuk membuktikan kebenarannya tersebut, maka harus
berdasarkan pada sumber sejarah. Akan tetapi sumber sejarah yang kita
gunakanpun harus sumber yang memang benar-benar bukti sesuai dengan apa saja
yang terjadi dimasa lalu. Dengan demikian sumber sejarahpun harus memiliki
kebenarannya. Untuk menguji kebenaran sumber sejarah tersebut maka dilakukanlah
kritik sumber.
Kritik sumber dapat dibagi dalam dua bagian yaitu kritik sumber eksternal
dan kritik internal. Kritik eksternal adalah kritik yang ingin melihat keaslian
atau orsinalitas dari sumber.Kalau kita menemukan sumber tertulis , Kritik
eksternal yang kita lakukan adalah melihat jenis kertasnya, jenis tulisannya,
jenis hurufnya. Jadi kritik eksternal itu lebih melihat pada aspek luarnya. Misalnya kita meneliti tentang
Perubahan Sosial Desa 1950-1955. Kita menemukan sumber tertulis misalnya
laporan pemerintah dari Kecamatan tempat kita melakukan penelitian. Dalam
laporan tersebut, kita temukan jumlah penduduk desa, mata penchariannya, luas
wilayah lahan pertanian, dan kegiatan ekonomi penduduk desa. Setelah kita
teliti sumber tersebut ternyata ditulis dengan menggunakan ketikan komputer dan
jenis kertas KVS A4 dan jilid dengan menggunaka jilid hard Cover.Kalaulah kita
teliti dan melihat fisik dari sumber tersebut, maka pertanyaan kita adalah
aslikah sumber tersebut ?. Jawabannya tentu sumber tersebut tidak tidak asli,
mengapa demikian? Karena peneliti sejarah kita periodesasinya tahun 1950-1955,
pada tersebut belum ada penggunaan komputer dalam pengetikan administrasi di
pemerintahan. Begitu jenis kertas dan penjlida yang demikian belum ada pada
tahun itu. Jadi sumber tersebut bukan sumber yang asli.
Bagaimana halnya dengan isi sumber tersebut ? dalam sumber tersebut kita
temukan angka tahunnya 1950-1955, bahkan ejaan yang diguanakannya pun
menggunakan ejaan yang lama yang belum menggunakan EYD. Ada kemungkinan sumber
tersebut diketik ulang kembali oleh petugas administrasi. Jadi bisa saja isinya
kemungkinan bisa benar, tetapi dari segi fisiknya bukan sumber asli. Walaupun
demikian, kita harus hati-hati dengan menggunakan sumber tersebut, sebab dapat
ada kesalahan pengetikan sehingga data yang tercantum dalam sumber tersebut
kurang dapat dipercaya.
Lain halnya kalau laporan tersebut menggunakan ketas yang sudah agak
menguning dan diketik dengan mesin tik atau ditulis tangan. Dari segi fisik
tersebut , sumber tersebut bisa dikatagorikan kedalam sumber yang asli. Sebab
kalau kita lihat dari periode penelitian kita, pada tahun 1950-1955 sudah ada
penggunaan mesin tik di kantor Administrasi pemerintahan.
Dalam kritik eksternal dibutuhkan
pula pengetahuan-pengetahuan yang bersifat umum dalam konteks jaman. Misalkan
kapan mulai adanya penggunaan komputer, mesin tik, foto copy, dan jenis-jenis
alat tulis lainnya. Pengetahuanpun bukan hanya kontek zaman, tetapi juga dalam
konteks wilayah, misalkan apakah pada tahun 1950-an sudah ada penggunaan mesin
tik di desa kita. Bisa saja pada tahun tersebut di desa kita belum mengenal
mesin tik, sementara di Kabupaten sudah ada.
Setelah melakukan kritik eksternal, kemudian kita melihat secara kritis
terhadap isi dari sumber tersebut , apakah isi sumnber itu dapat dipercaya atau
tidak. Langkah ini disebut dengan kritik internal. Jadinkritik internal adalah
kritik terhadap sumber atau kritik terhadap kreadibilitas sumber. Misalkan ketika kita meneliti tentang ekonomi pedesaan
pada tahun 1950-1955. Kita menemukan sebuah laporan tertulis dari kecamatan
yang berisi tentang adanya barang-barang yang diperjualbelikan oleh koprasi
Unit Desa ( KUD) . Ditemukan pula para pengurus KUD dan jumlah
pinjaman-pinjaman masyrakat petani terhadap KUD.
Dengan contoh isi sumber tersebut , kita harus membacanya secara kritis,
apakah sumber tersebut dapat dipercaya?, Kalau dilihat dari isisnya, sumber
tersebut tidak bisa dipercaya, mengapa demikian ? karena tercantum isi tentang
KUD . Pada tahun 1950-1955 belum ada yang namanya KUD , memang koprasi sudah
ada, bahkan sejak jaman Belanda , tetapi koprasi yang namanya KUD baru ada pada jaman Orde Baru. Seperti halnya
juga pada krik eksternal , dalam kritik internalpun kita harus memiliki
pengetahuan yang bersifat umum dalam konteks waktu dan juga tempat.
Kritik juga dilakukan terhadap sumber-sumber bangunan. Untuk menguji
sumber-sumber bangunan pada saat ini sudah banyak menggunakan teknologi yang
sudah maju. Hal-hal yang diuji misalknya bahan bangunan yang dipakai, apakah
sudah lama atau baru, dengan menggunakan teknologi yang sudah maju, dapat
mendikteksi usia dari sebuah bangunan . Pengujian terhadap sumber-sumber ini,
banyak dilakukan oleh para ahli arkeologi atau arkeolog.
Selain sumber tertulis dan sumber bangunan , kritikpun harus dilakukan
terhadap sumber lisan atau orang yang kita wawancarai. Ada beberpa faktor yang
berpengaruh terhahadap objektivitas dari sumber yang kita wawancarai, misalnya usia
informan. Semakin tua informan yang kita wawancarai ada kemungkinan semakin
kurang kredibel data yang disampaikannay, informan tersebut mungkin sudah
banyak lupa terhadap apa yang ia alami, karena jarak waktu yang jauh dari
peristiwa yang pernah dialaminya dengan usia. Jadi kita harus kritis terhadap
sumber lisan yang diberikan oleh saksi sejarah atau orang yang kita minta
informasinya.
D.
Interpretasi
Setelah memberikan kritik terhahdap sumber langkah berikutnya adalah
memberikan penafsiran atau inteprestasi. Interpretasi dilakukan terhadap
sumber-sumber yang ditemukan. Pada tahap interpretasi ini, subjektivitas dapat
terjadi. Kita sering melihat dengan data atau sumber yang sama akan melahirkan
interpretasi yang berbeda, mengapa demikian. Hal ini disebabkan sejarawan atau
penulis sejarah melihat sudut pandang yang berbeda terhadap penasfsiran sumber
yang ditemukan nya. Hal ini terjadi disebabkan ditemukannya sumber baru.
Dalam melakukan penafsiran kita harus memiliki keterampilan dalam mambaca
sumber. Keterampilan dalam menafsirkan bahasa yang digunakan oleh sumber yang
ditemukan, terutama untuk sumber-sumber tertulis. Misalkan sumber itu berbahasa
Belanda atau bahasa-bahasa daerah yang kuno, misalkan Bahasa Sunda Kuno atau
Jawa Kuno. Apalagi bahasa-bahasa yang lama, struktir kalimastnya akan berbeda
dengan struktur bahasa yang sekarang. Dalam Bahasa Indonesiapun , mengalami
perkembangan. Kalau kita baca sumber yang berbahasa Indonesia yang terbit tahun
1950-an , sudah barang tentu memilikji struktur kalimat yang berbeda.
Ketika kita memberkan penafsiran , pada dasarnya merupan langkah yang kita
lakukan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari topik yang kita teliti. Untuk
menjawab pertanyaan-pertnyaan penelitian, maka kita mencoba mengurai data-data
atau sumber-sumber yang sudah kita pilih atau seleksi. Misalnya tema Penelitian
Perubahan Sosial Desa Tahun 1950-1955. Dengan tema ini kita akan menguraikan berbagai
sumber yang menunjukan adanya perubahan sosial. Sumber –sumber atau data-data
yang diuraikan misalnya adanya laporan tentang jumlah orang-orang yang sekolah,
jenis-jens sekolah yang dimasuki, jenis-jenis pekerjaan penduduk dan jumlah
pendapatannya, jumlah luas tanah di desa, adanya catatan tentang trasaksi
pembelian hasil-hasil pertanian oleh petani dengan pedagang yang berasal dari
kota, cattan rapat di desa dan kecamastan tentang penyuluhan pertanian yang
akan dilakukan oleh petugas pertanian kepada petani di desa, dan laporan dari
desa tentang program pengembangan pertanian.
Dalam memberikan penafsiran biasanya sejarawan akan melihat berbagai
faktor yang menjadi faktor penentu perubahan. Secara garis besar, faktor
penentu perubahan dalam sejarah dapat ditentukan oleh manuasia sendiri dan
faktor diluar manusia . Faktor diluar manusia misalnya lingkungan fisik atau
alam dimana manusia itu hidup, misalnya iklim, tanah dan sumber-sumber daya
alam lainnya.
Interpretasi sejarah dengan melihat manusia sebagai faktor penentu
perubahan dalam sejarah, bisa dilihat dari manusia sebagai individu manusia
sebagai kelompok atau masyarakat, contoh interpretasi sejarah yang melihat
individu sebagai faktor penentu sejarah misalnya , sejarah tentang “
orang-orang besar “ atau tokoh. Dalam sejarah-sejarah yang lama sering
ditampikakan peran sentral seorang tokoh dalam sebuah peristiwa. Tokoh tersebut
sangat menentukan terjadinya sebuah peristiwa sejarah, misalnya Perang Duani II
banyak ditentukan oleh peran-peran individu yang menyebakan perang tersebut
berlangsung.Tokoh –tokoh individu yang menentukan dalam perang Dunia II
misalnya Hitler dari Jerman, Musolini dari Italia dan Kaisar Hirohito dari
Jepang.
Manusia sebagai kelompok dapat dilihat manusia sebagai sebuah masyarakat .
Masyrakat dalam pengertian disini bisa didefinisikan sebagai sekumpulan
individu yang terintergrasi dalam suatu struktur. Interpretasi dalam pendekatan
ini dengan melihat perubahan masyarakat secara struktur. Misalnya dengan tema
penulisan sejarah Perubahan Sosial Desa 1950-1955, perubahan struktur yang
terjadi yaitu struktur masyarakat yang tadinyaberprofesi sebagai petani
kemudian berubah menjadi buruh perkotaan.
Interpretasi sejarah dengan melihat lingkungan fisik atau alam sebagai
faktor penentu dalam sejarah dapat berupa interpretasi geografis . Dalam
interpretasi model ini misalnya sejarah timbulnya peradaban –peradaban atau
kerajaan-kerajaan kuno. Peradaban-peradaban kuno yang lahir banyak terletak ditepian sungai, seperti peradaban Lembah
Sungai Indus di India, peradaban Cina di Lembah sungai Hoanho, peradban Lembah
Sungai Nil di Mesir dan peradaban-peradaban lainnya. Mengapa
peradaban-peradaban itu selalu terletak di tepi sungai ? . Dengan interpretasi
geografis dapat dikatakan bahwa sungai pada waktu itu merupakan sumber
kehidupan dan tempat lalulintas, karena pada saat itu belum ada kendaraan darat
yang bermesin seperti sekarang ini. Kehidupan manusia pada saat itu masih
banyak tergantung pada faktor alam. Pada daerah-daerah sungai yang demikian ,
akan muncul sebuah masyarakat manusia. Dengan demikian kewhidupan manusia
sangat ditentukan oleh faktor gegrafis.
Selain interpretasi geografis , terdapat pula interpretasi ekonomi.
Interpretasi Ekonomi artinya bahwa faktor ekonomi sangat menentukanperubahan
dalam sejarah ata`u kehidupan manusia ditentukan oleh faktor ekonomi. Sejarah
perang misalnya, tidak dilihat dari faktor politik atau peran sentral seorang
tokoh . Sebuah perang dapat pula terjadi lebih disebabkan oleh faktor ekonomi.
Misalnya perang itu terjadi disebabkan oleh adanya perebutan dari kedua negara
terhadap sumber-sumber daya alam. Kedua negara itu ingin menguasainya. Bahkan
penjajahan ayau imprialisme bisa dilihat dari persepektif ekonomi.
Negara-negara barat melakukan penjajahan kepada bangsa-bangsa Asia Afrika pada
abad ke -19 , lebih disebabkan oleh adanya keinginan bangsa-bangsa Barat
menguasai terhahadap sumber-sumber daya alam.
Subjektivitas dalam interpretasi sejarah mungkin terjadi , karena seorang
penulis sejarah atau sejarawan memiliki kewenangan untuk memberikan
interpretasi terhadap sumbr-sumber atau fakta-fakta yang telah ditemukannya.
Walaupun demikian, seorang sejarawan harus berusaha semaksimal mungkin untuk
menghindari subjektivitas yang berlebihan, apalagi kepentingan pribadi atau
golongannya yang mewarnai interpretasinya. Cara yang dilakukan untuk
menghindari subjektivitas, yaitu dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
tertentu yang bersifat ilmiah atau menggunakan konsep-konsep atau teori-teori
dalam menginterpretaasikan sumber yang ditemukannya. Dengan seperti ini, diharapkan
interpretasi sejarah akan lebih objekC
Langkah terakhir dari penelitian sejarah adalah penulisan atau disebut
dengan historiografi. Historiografi secara harfiah berasal dari gabungan dua
kata yaitu history yang berarti sejarah dan grafi yang berarti deskripsi atau
penulisan. Berdasarkan katanya historiografi berarti penulisan sejarah. Secara
lebih luas Historiografi dapat diartikan sebagai sejarah penulisan .
Kronik-kronik yang ditulis pada masa kerajaan – kerajaan kuno merupakan salah
satu bentuk historigrafi. Bentuk ini termasuk kedalam historigarfi tradisional.
Masyaraksat Indonesia di masa lalu sudah memiliki kesadaran dalam menulis
sejarahnya. Selain kronik terdapat beberapa bentuk historigrafi tradisional
sepewrti babad, hikayat, silsilah, tambo ( mnangkabau ), tutui teteek ( roti )
dan lain-lainnya.
Penulisan sejarah merupakan langkah bagaimana seorang sejarawan
mengkomunikasikan hasil penelitiannya untuk dibaca oleh umum. Bagaimanakah
penulisan sejarah agar dapat mudah dibaca oleh masyarakt umum ?
Dalam menulis sejarah berarti seorang sejarawan merokuntruksi terhadap
sumber-sumber sejarah yang ditemukan nya menjadi suatu sejarah. Cerita sejarah
ibarat suatu kontruksi bangunan yang dibangun oleh seorang sejarawan. Kalaulah
kita perhatikan bahan-bahan bangunan yang masih terpisah-pisah tidak begitu
menarik, seperti batu kali, pasir, batu bata , semen, kayu, kaca, genteng dan
bahan-bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut kalau belum dikontruksi menjadi suatu
bangunan, seperti barang yang mati. Akan tetapi ketika menjadi suatu bangunan,
apalagi kalau banguna itu indah, seperti sesuatu yang hidup.
Kemampuan menulis merupakan sarat penting bagi sejarawan dalam menulis
sejarah. Seorang sejarawan harus memiliki kemampuan berimaginasi dalam menyusun
cerita sejarah. Imaginasi sejarawan berdasarkan pada bukti-bukti sejarah yang
digunakannya. Bukan imaginasi fiksi seperti halnya seorang novelis atau
pengarang cerita. Dalam berimaginasi seorang sejarawan harus mampu masuk
kedalam konteks jaman yang ditulisnya. Misalnya kalau sejarawan itu menulis
sejarah desa pada tahun 1950-an , maka dia harus bisa menggambarkan atau
berimaginasi kehidupan masyarakat desa tahun itu. Jangan menyamakan kehidupan
pada tahun 1950-an dengan kehidupan jaman sekarang, atau ketika sejarawan itu
menulis.
Kemampuamn berimaginasi dalam menulis sejarah menunjukan bahwa menulis
sejarah mengandung unsur seni. Bahkan apabila tulisan sejarah itu mmampu
mengajak pembacanya untuk menerawang kemasa lalu dapat mengandung kesan
seolah-olah tulisan sejarah itu membawa pembacanya untuk berekreasi ke
kehidupan masa lalu. Tulisan sejarah tidak hanya sebagai karya akademik saja,
tetapi juga merupakan karya seni . Walaupun demikian unsur sejarah sebagai ilmu
tetap harus ditampilkan . Sehingga dalam menulis sejarah terjadi perpaduan
antara seni dan ilmu.
Penulisan sejarah memiliki bentuk yaitu penulisan yang bersifat narasi, deskripsi dan analitis. Sejarah yang
ditulis dengan naratif lebih banyak bercerita sesusai dengan apa yang
diinformasikan oleh sumber sejarah. Biasanya penulisan yang bersifat naratif
menceritakan apa dan dimana peristiwa itu terjadi. Penulisan yang deskriptif
hampir sama dengan naratif, sama-sama berorientai terhadap sumber.
Mendescripsikan suatu peristiwa sebagaimana layaknya yang diceritakan oleh
sumber. Hanya dalam penulisannya yang
bersifat descriptif lebih detail dan kompleks. Banyak hal diuraikan dalam
cerita sejarah yang bersifat descriptif.
Sedangkan penulisan sejarah yang bersifat analitis lebih berorientasi pada
problem atau masalah . Dalam penulisan yang bersifat afalitis tidak hanya
sekedar bercerita , tetapi banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih
mendalam daripada penulisan yang bersifat naratif dan descriptif. Penulidan
yang bersifat analitis lebih banyak mempertanyakan mengapa dan bagaimana
peristiwa itu terjadi. Contoh misalkan sejarah pemberontakan . Dalam penulisan
yang bersifat naratif hanya banyak bercerita bagaimana awla pemberontakan itu timbul, berlangsung dan sampai dengan
akhirnya. Jadi uraiannya bersifat krnologis semata. Penulisan yang bersifat
descriptif akan menguraiakn lebih detail mengenai pemberontakan itu, tidak
hanya keberlangsungan dan berakhirnya, tetapi mungkin menguraikan sebab-sebab
yang lebih detail dan komleks dan bagimana kondidsi masyarakat sebelum
terjadinya pemberontakan sehingga banyak memberikan informasi yang lebih banyak
dalam menguraikan pemberontakan itu dibanding dengan uraian yang bersifat
nartif. Sedangkan pendekatan yang bersifat analitis, melihat pemberontakan
dapat dilihat dari berbagai faktor. Pemberontakan sebagai sebuah tema
penelitian, diuraikan dengan pembagian tema-tema atau topik-topik yang lebih
kecil. Misalkan dilihat dari aspek politik , sosial dan ekonomi masyarakat
sebelum dan sesudah terjadinya
pemberontakan. Dengan uraian yang lebih analitis diharapkan dapat menemukan
kesimpulan-kesimpulan yang bersifat unik dan khas, yang bisa membedakan dengan
pemberontakan lainnyaBahkan dapat ditemukan suatu model tersendiri tentang
teori dari pemberontakan.
Bagaimanakah penulisan sejarah yang bak ? Penulisan sejarah yang baik
sudah barang tentu menggabungkan antara unsur naratif, descriptif dan analitis.
Dalam model penulisan yang demikian akan menampilkan unsur cerita , detail
sumber dan analisa terhadap peristiwa sejarah. Penulisan sejarah yang demikian
tidak akan kering , karena ada unsur analisanya. Dengan cara seperti ini, maka
unsur seni dan ilmu dalam penulisan sejarah dapat ditampilkan.
0 komentar:
Posting Komentar